Hingga saat ini pergerakan harga minyak mentah masih bertahan di level 112-113 dollar per barel. Walaupun akhir pekan Paskah kemarin Harga minyak sempat terkoreksi di 107.00 dollar per barel namun akibat kondisi keamanan di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara masih dihadapkan pada situasi konflik yang berkepanjangan dan sampai saat ini masih belum menunjukan situasi yang mereda sepenuhnya, sehingga harga minyak tertahan di level 112 an dollar perbarel & dimungkin akan mencaba menembus di level 115.00 keatas. Beberapa factor yang berpengaruh :
Konflik Masih Terjadi di Banyak Negara
Pergerakan minyak sepanjang tahun ini tercatat telah mengalami kenaikan sebesar 24%. Dan melonjak sejak awal tahun akibat konflik yang terjadi di Tunisia dan berlanjut hingga ke negara-negara lain seperti Mesir, Libya, Algeria, Bahrain, Oman, Syria dan Yaman. Kondisi yang cukup menjadi pendorong yang signifikan bagi pergerakan harga minyak ialah konflik antara pihak oposisi dan militer pendukung Presiden Libya, Moammar Khadafi. Dimana berkat konflik yang terjadi sampai dengan saat ini telah menyebabkan penurunan produksi minyak bagi negara produsen minyak ke 4 terbesar di dunia tersebut. Kini, Libya hanya mampu memproduksi 390 ribu barel per hari dibanding sebelumnya yang sempat menyampai 1,6 juta barel per hari.
Konflik yang terjadi di Libya diperkirakan akan masih berlanjut dalam jangka panjang dimana pada hari ini Menteri Luar Negeri Kuwait, Sheikh Mohammed Al-Sabah akan mengucurkan bantuan dana militer kepada kaum oposisi Libya sebesar 181 juta dollar guna melawan militer pimpinan Khadafi yang terus menguasai wilayah-wilayah penting di Libya.
Negara produsen minyak lainnya, Nigeria juga kembali dirundung konflik horisontal dimana aksi protes pendukung calon Presiden, Mohamadu Buhari yang telah dinyatakan kalah pada pemilu beberapa waktu. KPU Nigeria akhirnya menyatakan sah terhadap terpilihnya Goodluck Jonathan sebagai Presiden Nigeria dengan unggul 10 juta suara dibanding pesaingnya, Buhari. Perseteruan antara dua kubu pun meluas hingga ke wilayan Nigeria bagian Utara sehingga mengganggu produksi minyak mentah bagi negara tersebut.
Kondisi yang saat ini cukup parah juga terjadi di Suriah dimana sejak 22 April lalu telah tercatat sebanyak 300 orang meninggal akibat aksi kekerasan sejak berlangsungnya aksi protes berkepanjangan yang dilakukan oleh penentang Presiden Bashar al-Assad dan menuntut dirinya mundur agar dapat terciptanya sebuah pemerintahan baru yang lebih bersih dari korupsi dan juga adanya kebebasan hak bagi seluruh rakyat Suriah. Meski bukan termasuk produsen minyak terbesar di dunia, konflik yang terjadi di Suriah justru dikhawatirkan akan merambat kepada wilayah negara Arab Saudi yang sejak sebulan terakhir telah terjadi aksi demonstrasi kecil-kecilan menentang kebijakan Raja Saudi. Selain itu, kekhawatiran terhadap imbas bagi keamanan di Arab Saudi juga muncul dari konflik yang terjadi di Yaman, dimana kaum oposisi menuntut mundur Presiden Ali Abdullah Saleh yang dicurigai bermasalah.
Dengan melihat kondisi diatas, pastinya akan memberikan pengaruh bagi kondisi impor minyak mentah Indonesia yang mayoritas masih didominasi oleh negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi yang memiliki andil terbesar dalam impor minyak sebesar 125 ribu barel per hari atau 30% dari keseluruhan impor minyak mentah Indonesia. Dengan melihat tingginya harga minyak dunia saat ini yang disertai oleh berkurangnya pasokan dari Timur Tengah semakin memberikan sebuah kondisi yang negatif bagi kondisi keuangan negara Indonesia terutama menyangkut tingginya beban subsidi yang ada di APBN. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bayang-bayang kenaikan harga BBM cukup mengemuka akhir-akhir ini.
Komisaris BBJ Kristanto Nugroho menambahkan, belum ada alasan untuk harga minyak bergerak turun, masih ada banyak faktor yang mendukung untuk bergerak naik ataupun seminimal mungkin bertahan di atas 110 dollar per barrel, karena dari sisi supply masih banyak potensi krisis negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah untuk setiap saat meletup, sedang dari sisi demand belum ada faktor yang memberi alasan penurunan permintaan, baik dari segi pertumbuhan ekonomi negara-negara seperti China, India, Brazil, dll juga dari Jepang, dimana krisis listrik akibat bencana pembangkit listrik nuklirnya, maka untuk sementara pilihan yang paling memungkinkan untuk men-supply listrik adalah penyediaan generator-generator berbahan bakan minyak dan gas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar